Wednesday, September 29, 2010

JANGAN BUKA AIB ORANG





Hadis :

"Barang siapa melepaskan seorang mukmin dari kesusahan hidup di dunia, niscaya Allah akan melepaskan darinya kesusahan di hari kiamat, barang siapa memudahkan urusan (mukmin) yang sulit niscaya Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Barang siapa menutup aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan menolong seorang hamba, selama hamba itu senantiasa menolong saudaranya. Barang siapa menempuh perjalanan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju syurga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah untuk membaca Kitabullah dan mempelajarinya bersama-sama, melainkan akan turun kepada mereka ketenteraman, rahmat Allah akan menyelimuti mereka, dan Allah memuji mereka di hadapan (para malaikat) yang berada di sisi-Nya. Barang siapa amalnya lambat, maka tidak akan disempurnakan oleh kemuliaan nasabnya." (HR Muslim)

Kesimpulannya :
1. lebih baik  menjaga aib saudara sendiri, daripada membukanya.
2. bila mana teman anda mempunyai kekurangan, hal yang lebih utama dilakukan adalah bicara empat mata, bukan membicarakannya dengan orang lain.
3. di perlukan kebijaksanaan dan usaha agar kita tidak membicarakan kekurangan dan aib peribadi orang lain di hadapan khalayak ramai.
4. orang akan lebih mudah menerima nasihat, bila nasihat itu diberikan dengan cara yang baik.

Sesiapa yang melakukan dosa sedemikian (syirik, mencuri dan zina) dan dihukum kerananya, maka hukuman itu adalah kifarah baginya. Dan sesiapa yang melakukan dosa sedemikian lalu Allah menutupinya, maka terpulang kepada Allah sama ada untuk mengampunkannya atau mengazabnya. (Shahih al-Bukhari).
 
by: http://halaqah.net

Saturday, September 25, 2010

Testimoni Penggunaan Green Tea Cholostrum

 25.11.2009

Sebelum menggunakan Green Tea Cholostrum
20.09.2010
Selepas menggunakan Green Tea Cholostrum

 Spot the different. hahaha dapat tak?

HATI YANG LEMBUT

Berilah kemaafan jika kawan engkau melakukan sesuatu kesalahan terhadap kau. Dan apabila engkau telah memberi maaf, bererti engkau telah menurut sifat-sifat rasul dan Ambia serta Tuhan sendiri pun ianya amat pengampun dan mengasehani. Ucaplah dengan perkataan yang paling ringan dan amat sederhana tetapi berharga bahawa..."aku memaafkan kau.." Untuk menegak pergaulan hidup sehari-hari agar teguh dan kukuh seharusnya kita mesti memiliki sifat rela memberi kemaafan dan keampunan terhadap kawan-kawan ataupun lawan kita yang melakukan kesalahan itu. Kerap kita bertemu ada orang yang sentiasa berkelahi dan bermusuhan sepanjang masa,tidak pernah bertegor sapa antara satu sama lain. Sebab sambong bersambong, kait berkait hingga beberapa lama tidak kunjung hilang dan padam permusuhan itu ialah oleh orang itu miskin dengan sifat " HATI YANG LEMBUT".

Oleh itu ada hati lembut inilah pula kadangkala kesalahan yang kecil berbunga dan besar hingga berlanjut musim pula bagaikan api dalam sekam. Sebenarnya bukanlah rugi kita menjadi sebagai seorang pemaaf. Kerana memberi maaf itu adalah sebagai kita memberi ubat pada hati yang sakit. Barangkali dengan jasa baik kemaafan itu akan menjadi kawan kita lebih setia dalam pergaulan, lebih kukuh tali persaudaraan tersimpul kerana memberi maaf itu bukanlah satu soal kecil atau main-main dalam membina persahabatan yang teguh kukuh. Dalam hidup ini biarlah kita banyak memberi maaf dari menyimpan rasa benci dan marah terhadap seseorang. Kerana kemaafan belas kasihan ucap kata-kata baik itu adalah ajaran Tuhan. Sedang api kemarahan dan benci itu adalah ajaran Syaitan terkutuk yang menjelma dalam tubuh manusia yang sedang marah.Oleh tidak ada sifat maaf inilah kadang-kadang terjadi sesuatu perkara yang kecil telah menimbulkan kemarahan yang besar dalam dada. Sedangkan perkara itu boleh jadi dilakukannya dengan tidak sengaja oleh kawan-kawan kita.

Jadi dengan perkara-perkara kecil yang terjadi hendaknya biarlah dengan mudah dan senang kita memberi maaf dan biarlah sifat pemaaf itu tetap subur bermukim dihati. Kemaafan adalah suatu perkataan yang amat berharga dan tinggi nilainya. Ada orang berkata bahawa hanya dengan kemaafan itu saja yang sanggup memanjangkan umur cinta dan mengamankan sebuah masyarakat seperti dalam pepatah "KEMENANGAN DAN KEMEGAHAN BUKAN SAJA TERLETAK PADA KESANGGUPAN MEREBAH LAWAN TETAPI DAPAT MELAWAN KEMARAHAN HATI ITU JUGA SUATU KEMENANGAN YANG AMAT BERERTI".

Monday, September 20, 2010

Ilmu dicabut


Dari Abdullah bin Amru bin Ash ra., ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu dengan cara mencabutnya begitu
saja dari manusia, akan tetapi Allah akan mengambil ilmu dengan cara
mencabut (nyawa) para ulama, sehingga ketika Allah tidak meninggalkan
seorang ulama pun, manusia aka...n mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh
yang apabila ditanya mereka akan memberikan fatwa tanpa didasarkan ilmu
lalu mereka pun sesat serta menyesatkan.” (Shahih Muslim)

Meneladani Allah Yang Maha Luas

Meneladani Allah Yang Maha Luas 

[KH. Abdullah Gymnastiar]

Luaskanlah ilmu, wawasan, dan pengalaman. Kalau kita kaya dengan ilmu maka dunia dengan sendirinya akan menghampiri kita.

Al-Waasi` adalah satu sifat Allah yang tercantum dalam asma`ul husna, yang artinya adalah Allah Yang Mahaluas. Kata Al-Waasi` tersusun dari huruf wau, syin, dan `ain. Setiap kata yang tersusun dari huruf-huruf ini menjadi antonim dari sempit atau sulit. Dari sini lahir makna-makna seperti "kaya", "mampu", "luas", "meliputi", "langkah panjang", dan sebagainya.

Allah adalah Dzat Yang Mahaluas. Luasnya kekuasaan Allah sungguh tidak terbatas, meliputi semua yang ada  di langit dan di bumi. Allah Mahaluas Keagungan-Nya, sehingga Ia kuasa memuliakan siapa saja yang Ia kehendaki tanpa berkurang kemuliaan-Nya. Allah Mahaluas rezeki-Nya, sehingga Ia mampu memberikan karunia kepada semua makhluk tanpa berkurang sedikit pun kekayaan-Nya. Allah Mahaluas ilmu-Nya, sehingga Ia mengetahui segala sesuatu tentang ciptaan-Nya sampai hal sekecil-kecilnya. Ia mengetahui lintasan hati setiap manusia. Ia mengetahui jalannya seekor semut hitam yang merayap di batu hitam saat tengah malam yang kelam.


Ternyata, luas-Nya Allah itu berbeda dengan luasnya manusia. Luasnya dalam pandangan manusia selalu dibatasi ukuran. Lapangan sepakbola itu luas, namun bisa dihitung dalam meter. Seorang profesor pasti memiliki ilmu yang luas, namun luasnya ilmu profesor pasti berbatas dan hanya pada satu segi. Luas dalam pandangan Allah tidak dibatasi ukuran atau dimensi waktu. Ia laitsa kamitslihi syai`un; tidak bisa diserupai makhluk. Intinya, segala sesuatu yang ada di alam semesta ini ada dalam genggaman Allah. Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di alam ini.


Hikmah apa yang bisa kita ambil dari sifat Allah ini? Kita layak meniru sifat Allah ini dengan meluaskan ilmu, pengetahuan, dan wawasan dengan banyak menyimak, membaca, dan bergaul dengan para ulama. Makin luas ilmu kita, akan makin bijak pula kita, makin mudah menghadapi hidup, dan makin paham pula kita akan arah hidup. Keluasan ilmu dan pengetahuan akan memudahkan kita menyikapi masalah dengan cara tepat. Ingin jadi orang bijak, ingin bahagia dan mulia, maka luaskanlah ilmu, wawasan, dan pengalaman. Kalau kita kaya dengan ilmu maka dunia dengan sendirinya akan menghampiri kita.


Dengan meneladani sifat Al-Waasi` ini, kita pun harus belajar mengubah sudut pandang kita dalam hidup. Jangan memandang harta di atas segalanya. Harta memang rezeki dari Allah, tapi itu adalah tingkatan yang paling rendah. Kekayaan ilmu, kekayaan hati yang bersumber dari kekayaan iman jauh lebih tinggi di atas harta. Karena itu, kita jangan bangga dengan sesuatu yang rendah. Bukankah penjahat pun diberikan harta.


Yang tak kalah penting, kita pun harus memiliki keluasan hati. Suasana hati akan menentukan bahagia tidaknya hidup kita. Sehingga kita harus melatihnya agar senantiasa lapang. Berlatih untuk tidak mudah tersinggung, tidak mendramatisasi masalah, mudah memaafkan, dan menyadari bahwa yang dilakukan orang lain tidak akan selalu sesuai dengan kehendak kita, adalah sebagian cara untuk mendapatkan kelapangan hati. Makin luas sebuah lapangan, makin sulit terjadi gesekan. Ilustrasinya, di lapangan yang luas kita tidak takut dengan seekor tikus, kecoa, atau ular. Namun, akan beda rasanya jika kita bersama hewan-hewan tersebut di kamar kecil.
Rumusnya "2B2L" dapat pula dijadikan formula untuk menciptakan keluasan hati, terutama saat bergaul dengan orang lain. "B" pertama bijak terhadap kekurangan dan kesalahan, "B" kedua adalah berani mengakui kelebihan dan jasa orang lain. "L" pertama adalah melupakan jasa atau kebaikan diri. Dan "L" kedua adalah mampu melihat kekurangan dan kesalahan diri. Wallahu a`lam. 

Sunday, September 19, 2010

Malunyeee.....

Assalamuaikumwarahmatullah..

Suatu hari, suami membawa kak ngah ke kedai ni.  Yang luarbiasa hingga menarik perhatian kak ngah, adalah banner ni.  Kak ngah rasa, ianya satu usaha yang sangat murni.  Tetapi, tiba-tiba hati berasa jengkel.  Kedai Ah Peng, sedekah kat surau?  Ni taktik nak tarik orang Islam berbelanja kat kedai dia ke??  Lalu kak ngah snap la gambo-gambo banner dia..

Bila suami dah selesai membeli, kak ngah pun luahkan la apa dalam hati.  Bila suami terangkan. Subhanallah... rupanya, pemilik kedai tu, mua'lah... saudara kita juga... Malunya kak ngah... terasa kerdil sangat diir.. ye la... dia dah sumbangkan RM14,000 untuk surau Taman Kenari.. sedangkan kak ngah seringgit pun belum... Allahuakhbar!!


Sama-samalah kita amik ikhtibar dari kisah ini ye... pertamanya, jangan judge orang sebelum tahu  hal yang sebenar, yang keduanya, fikir-fikir la sendiri....

Sekian, wassalam...

BERCERMIN DIRI

23 06 2009Penulis: KH. Abdullah Gymnastiar

Dalam keseharian kehidupan kita, begitu sangat sering dan nikmatnya ketika kita bercermin. Tidak pernah bosan barang sekalipun padahal wajah yang kita tatap itu-itu juga, aneh bukan?! Bahkan hampir pada setiap kesempatan yang memungkinkan kita selalu menyempatkan diri untuk bercermin. Mengapa demikian? Sebabnya kurang lebih karena kita ingin selalu berpenampilan baik, bahkan sempurna. Kita sangat tidak ingin berpenampilan mengecewakan, apalagi kusut dan acak-acakan tak karuan.
Sebabnya penampilan kita adalah juga cermin pribadi kita. Orang yang necis, rapih, dan bersih maka pribadinya lebih memungkinkan untuk bersih dan rapih pula. Sebaliknya orang yang penampilannya kucel, kumal, dan acak-acakan maka kurang lebih seperti itulah pribadinya.
Tentu saja penampilan yang necis dan rapih itu menjadi kebaikan sepanjang niat dan caranya benar. Niat agar orang lain tidak terganggu dan terkecewakan, niat agar orang lain tidak berprasangka buruk, atau juga niat agar orang lain senang dan nyaman dengan penampilan kita.

Dan Allah suka dengan penampilan yang indah dan rapih sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, “Innallaha jamiilun yuhibbul jamaal”, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan”. Yang harus dihindari adalah niat agar orang lain terpesona, tergiur, yang berujung orang lain menjadi terkecoh, bahkan kemudian menjadi tergelincir baik hati atau napsunya, naudzhubillah.

Tapi harap diketahui, bahwa selama ini kita baru sibuk bercermin ‘topeng’ belaka. Topeng ‘make up’, seragam, jas, dasi, sorban, atau ‘asesoris’ lainnya. Sungguh, kita baru sibuk dengan topeng, namun tanpa disadari kita sudah ditipu dan diperbudak oleh topeng buatan sendiri. Kita sangat ingin orang lain menganggap diri ini lebih dari kenyataan yang sebenarnya. Ingin tampak lebih pandai, lebih gagah, lebih cantik, lebih kaya, lebih sholeh, lebih suci dan aneka kelebihan lainnya. Yang pada akhirnya selain harus bersusah payah agar ‘topeng’ ini tetap melekat, kita pun akan dilanda tegang dan was-was takut ‘topeng’ kita terbuka, yang berakibat orang tahu siapa kita yang ‘aslinya’.

Tentu saja tindakan tersebut, tidak sepenuhnya salah. Karena membeberkan aib diri yang telah ditutupi Allah selama ini, adalah perbuatan salah. Yang terpenting adalah diri kita jangan sampai terlena dan tertipu oleh topeng sendiri, sehingga kita tidak mengenal diri yang sebenarnya, terkecoh oleh penampilan luar. Oleh karena itu marilah kita jadikan saat bercermin tidak hanya ‘topeng’ yang kita amat-amati, tapi yang terpenting adalah bagaimana isinya, yaitu diri kita sendiri.

Mulailah amati wajah kita seraya bertanya, “Apakah wajah ini yang kelak akan bercahaya bersinar indah di surga sana ataukah wajah ini yang akan hangus legam terbakar dalam bara jahannam?” Lalu tatap mata kita, seraya bertanya, “Apakah mata ini yang kelak dapat menatap penuh kelezatan dan kerinduan, menatap Allah Yang Maha Agung, menatap keindahan surga, menatap Rasulullah, menatap para Nabi, menatap kekasih-kekasih Allah kelak? Ataukah mata ini yang akan terbeliak, melotot, menganga, terburai, meleleh ditusuk baja membara? Akankah mata yang terlibat maksiat ini akan menyelamatkan? Wahai mata apa gerangan yang kau tatap selama ini?”

Lalu tataplah mulut ini, “Apakah mulut ini yang di akhir hayat nanti dapat menyebut kalimat thoyibah, ‘laa ilaaha ilallaah’, ataukah akan menjadi mulut berbusa yang akan menjulur dan di akhirat akan memakan buah zakun yang getir menghanguskan dan menghancurkan setiap usus serta menjadi peminum lahar dan nanah saking terlalu banyaknya dusta, ghibah, dan fitnah serta orang yang terluka dengan mulut kita ini!”
“Wahai mulut apa gerangan yang kau ucapkan? Wahai mulut yang malang betapa banyak dusta yang engkau ucapkan. Betapa banyak hati-hati yang remuk dengan pisau kata-katamu yang mengiris tajam? Berapa banyak kata-kata manis semanis madu palsu yang engkau ucapkan untuk menipu orang? Betapa jarangnya engkau jujur? Betapa jarangnya engkau menyebut nama Allah dengan tulus?Betapa jarangnya engkau syahdu memohon agar Allah mengampuni?”

Lalu tataplah diri kita tanyalah, “Hai kamu ini anak sholeh atau anak durjana, apa saja yang telah kamu peras dari orang tuamu selama ini dan apa yang telah engkau berikan? Selain menyakiti, membebani, dan menyusahkannya. Tidak tahukah engkau betapa sesungguhnya engkau adalah makhluk tiada tahu balas budi!
“Wahai tubuh, apakah engkau yang kelak akan penuh cahaya, bersinar, bersukacita, bercengkrama di surga atau tubuh yang akan tercabik-cabik hancur mendidih di dalam lahar membara jahanam, terpanggang tanpa ampun, derita tiada akhir?”
“Wahai tubuh, berapa banyak maksiat yang engkau lakukan? Berapa banyak orang-orang yang engkau dzhalimi dengan tubuhmu? Berapa banyak hamba-hamba Allah yang lemah yang engkau tindas dengan kekuatanmu? Berapa banyak perindu pertolonganmu yang engkau acuhkan tanpa peduli padahal engkau mampu? Berapa pula hak-hak orang lain yang engkau rampas?”
“Wahai tubuh, seperti apa gerangan isi hatimu? Apakah tubuhmu sebagus kata-katamu atau malah sekelam daki-daki yang melekat di tubuhmu? Apakah hatimu segagah ototmu atau selemah daun-daun yang mudah rontok? Apakah hatimu seindah penampilanmu atau malah sebusuk kotoran-kotaranmu?”
Lalu ingatlah amal-amal kita, “Hai tubuh apakah kau ini makhluk mulia atau menjijikkan, berapa banyak aib-aib nista yang engkau sembunyikan dibalik penampilanmu ini? Apakah engkau ini dermawan atau sipelit yang menyebalkan?” Berapa banyak uang yang engkau nafkahkan dan bandingkan dengan yang engkau gunakan untuk selera rendah hawa nafsumu?”
“Apakah engkau ini sholeh atau sholehah seperti yang engkau tampakkan?
Khusyu-kah shalatmu, dzikirmu, doamu, ikhlaskah engkau lakukan semua itu? Jujurlah hai tubuh yang malang! Ataukah menjadi makhluk riya tukang pamer!”

“Sungguh betapa beda antara yang nampak di cermin dengan apa yang
tersembunyi, betapa aku telah tertipu oleh topeng? Betapa yang kulihat
selama ini hanyalah topeng, hanyalah seonggok sampah yang terbungkus topeng-topeng duniawi”

Wahai sahabat-sahabat sekalian, sesungguhnya saat bercermin adalah saat yang tepat agar kita dapat mengenal dan menangisi diri ini.